PemerintahanSosial PolitikTak Berkategori

Retaknya Kepercayaan Terhadap Ketua DPRD KBB : Gaya Komunikasi dan Blunder Mahdi

Oleh : Dhomz Hermawan || Penulis & Founder BandungKita.id

SILOKA-Ketua DPRD KBB, Muhammad Mahdi Idris dari Fraksi PKS, belakangan menjadi sorotan karena gaya komunikasinya yang dinilai tidak konsisten dan kerap menimbulkan blunder. Meski ia menegaskan bahwa komunikasi dengan eksekutif berjalan intens dan harmonis, sejumlah dinamika internal menunjukkan adanya ketidakharmonisan yang lebih dalam, terutama dalam konteks representasi dan transparansi.

Lebih jauh, pimpinan Fraksi dikabarkan telah melakukan komunikasi lintas Partai, hal tersebut dihamini beberapa pengamat Politik di Bandung Raya, hebatnya lagi isu tentang mantan Gubernur Jabar, Ahmad Heriawan yang saat ini berkedudukan sebagai Ketua Badan Aspirasi Masyarakat di DPR RI ini telah menanggapi isu ini akan kita kupas selengkapnya.

Lalu dimana dimana sebenarnya Titik Retak Kepercayaan tersebut, selain beberapa informasi yang diterima, Bandungkita.id juga akan mengutip beberapa keterangan narasumber internal DPRD KBB dan bagaimana pendapat PKS dalam hal ini pengurus pusat, tidak lupa, petikan soal kelakar Anggota Dewan yang memang baru ini juga pernah bicara tentang KBB memiliki Potensi PAD di Ciminyak Cililin.

Tela’ah Titik retak Kepercayaan (Trust Isu) yang dibangun Mahdi

1. Representasi Fraksi yang Minim
– Dalam Rapat Paripurna APBD 2025, hanya satu perwakilan fraksi yang hadir, yang oleh Mahdi disebut sebagai bentuk efisiensi.
– Pernyataan ini justru memunculkan pertanyaan: apakah efisiensi ini menutupi ketidakhadiran karena konflik internal atau ketidakpercayaan terhadap kepemimpinan?

2. Pernyataan yang Kontradiktif
– Mahdi menyebut bahwa “semua DPRD KBB sudah satu suara”, namun absennya sebagian besar anggota dalam forum strategis menimbulkan kesan sebaliknya.
– Blunder semacam ini memperkuat kesan bahwa Mahdi cenderung menyederhanakan masalah struktural menjadi narasi harmonisasi, yang tidak mencerminkan realitas politik internal.

3. Ketimpangan dalam Prioritas Anggaran
– Mahdi menyoroti efisiensi anggaran hingga 20% di pos kehumasan, namun tetap menekankan pentingnya publikasi visi kepala daerah.
– Pernyataan ini bisa dibaca sebagai upaya menjaga citra eksekutif, bukan memperkuat fungsi pengawasan legislatif. Hal ini berpotensi menimbulkan ketegangan dengan anggota DPRD yang lebih kritis terhadap belanja citra.

Gaya Komunikasi yang Tidak Adaptif
– Mahdi cenderung menggunakan narasi “semangat kebersamaan” dan “komunikasi intens” sebagai jawaban atas isu struktural.
– Gaya ini mungkin cocok untuk forum publik, namun di internal DPRD, dianggap tidak cukup menjawab kebutuhan akan transparansi, representasi, dan kepemimpinan kolektif.

Implikasi Politik dan Etis
– Ketidakhadiran anggota dalam forum penting bisa dibaca sebagai bentuk protes diam terhadap gaya kepemimpinan Mahdi.
– Jika dibiarkan, retaknya kepercayaan ini bisa menghambat fungsi DPRD sebagai lembaga pengawasan dan representasi rakyat, terutama dalam pembahasan APBD dan kebijakan strategis.

Bersambung….

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button