Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah, Achmad Tjachja Soroti Kemiskinan Desa Butuh Modal Sosial Bidang Pertanian
BANDUNG, SILOKANEWS.COM,- Guru Besar Ekonomi Pertanian UIN Syarif Hidayatullah, Achmad Tjachja, menilai pembangunan pertanian di era program Astacita Presiden sudah berjalan ke arah yang baik namun perlu penguatan pada sisi sosial.
Menurut Achmad Tjachja, persoalan kemiskinan desa masih menjadi tantangan serius sehingga implementasi pembangunan harus melibatkan masyarakat secara aktif.
Ia menegaskan pentingnya menghidupkan kembali modal sosial seperti gotong royong agar pembangunan pertanian lebih inklusif dan berkelanjutan.
“Pembangunan pertanian tidak cukup hanya menguatkan infrastruktur fisik. Kita sering lupa memperkuat investasi modal sosial. Kalau itu dikembangkan menjadi satu paket, akselerasi pembangunan akan lebih komprehensif,” kata Achmad, Sabtu (20/9).
Ia menekankan pentingnya komunikasi dua arah antara pemerintah dan masyarakat pedesaan. Menurutnya, jika masyarakat dilibatkan secara aktif, percepatan pembangunan akan terasa lebih masif.
Kemiskinan Desa Masih Tinggi
Achmad menyoroti data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukkan ketimpangan sosial di Jawa Barat.
Menurutnya, kemiskinan masih terkonsentrasi di wilayah desa dan perdesaan, sementara daerah perkotaan tidak sepenuhnya bebas dari persoalan serupa.
“Bandung di kota dan Bandung di barat, walaupun dekat, tingkat kemiskinannya berbeda. Bandung Barat tingkat kemiskinannya mendekati wilayah Indramayu. Ini kan aneh,” ujarnya.
Ia menilai, meski angka kemiskinan Jawa Barat secara agregat rendah, jumlah absolutnya tetap besar dan menjadi masalah serius.
Oleh karena itu, pendekatan pembangunan tidak bisa hanya dari atas (top-down), tetapi harus mendorong partisipasi masyarakat.
Degradasi Modal Sosial
Faktor penyebab kemiskinan, lanjut Achmad, salah satunya adalah degradasi modal sosial (social capital).
Dulu, masyarakat terbiasa bekerja sama dan menyelesaikan masalah secara kolektif, namun kini orientasi lebih banyak berbasis upah dan proyek padat karya.
“Modal yang dulu berbasis gotong royong sekarang berubah jadi berbasis upah. Itu memicu degradasi,” jelasnya.
Pemerintah Diminta Perkuat Lembaga Sosial
Achmad juga mengkritisi peran pemerintah provinsi yang dinilai belum optimal dalam menekan ketimpangan. Menurutnya, pembangunan infrastruktur yang terus meningkat tidak otomatis menurunkan kemiskinan secara signifikan.
“Kalau infrastruktur naik 100%, kemiskinan tidak otomatis turun 100%. Hanya sekitar 60% turun. Artinya ada yang tidak nyampe,” kata Achmad.
Ia mendorong agar pemerintah menghidupkan kembali semangat koperasi dengan memperbaiki pengelolaan dan mengembalikan kepercayaan masyarakat.
“Kalau koperasi dipercaya, masyarakat akan menyimpan uang di koperasi, bukan di bank. Tapi kalau hanya mengejar uang balik, nilai sosialnya hilang,” tegasnya.
Pandangan Alumni UNPAD
Sementara itu, Nanang Hendro, alumni Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran (UNPAD), menilai persoalan ketimpangan dan kemiskinan di Jawa Barat harus dijawab dengan kebijakan yang berbasis kebutuhan petani di lapangan.
“Petani tidak hanya butuh bantuan pupuk atau subsidi, tetapi juga pendampingan dan akses pasar. Tanpa itu, produktivitas mereka tidak akan meningkat,” kata Nanang.
Ia juga menyoroti pentingnya regenerasi petani agar sektor pertanian tidak semakin ditinggalkan.
“Anak muda harus dilibatkan. Kalau tidak, dalam 10–15 tahun ke depan kita bisa krisis petani produktif,” ujarnya.