BudayaEkonomiPemerintahanRagam

Kali Pertama di Masa Gubernur Dedi Mulyadi, HPDKI Jabar dikukuhkan di Gedung Sate

Berharap Jadi Tonggak Sinergitas HKTI dan Pemerintah Provinsi

BANDUNG, SILOKANEWS.COM,-
Pengurus Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Himpunan Peternak Domba Kambing Indonesia (HPDKI) Jawa Barat periode 2025-2030 resmi dikukuhkan di area Pemerintah Provinsi Jabar, Gedung Sate, Kota Bandung, Rabu, 30 Juli 2025.

Pengukuhan ditandai dengan penyerahan bendera pataka dari Ketua Dewan Pengurus Pusat (DPP) HPDKI, Ir. Yudi Guntara Noor S.Pt., IPU kepada Ketua DPD Jawa Barat Denni Mulyadi, SE.

Turut hadir mewakili Gubernur Jabar, Kepala Biro Perekonomian Provinsi Jawa Barat, Budi Kurnia S.Ag, M.M, Direktur Utama Bank BJB, Yusuf Saadudin,

Perwakilan Polda, Kodam III/Siliwangi, Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan Jabar dan Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jabar, Dekan Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran juga Dekan Fakultas Peternakan IPB University.

Ketua DPP HPDKI, Yudi Guntara Noor menilai, pelantikan pengurus HPDKI Jabar di Gedung Sate menjadi momen simbolis yang mencerminkan kolaborasi erat antara Pemerintah Provinsi Jawa Barat dengan HPDKI terbukti denga kali pertama pengukuhan dilakukan di Gedung Sate.

Ini bukan hanya bukan sekadar seremoni, tetapi menegaskan posisi strategis Jawa Barat dalam sejarah dan perkembangan HPDKI.

“Ini yang berbeda, dilantik di Gedung Sate. Itu pembeda. Ini simbol kolaborasi Pemprov Jawa Barat dan HPDKI Jawa Barat,” ujar Yudi.

Dikatakan Yudi, meskipun saat ini HPDKI telah berkembang ke 15 provinsi dengan jaringan DPD dan DPC, namun Jawa Barat tetap menjadi poros utama, baik secara historis maupun kultural.

“HPDKI itu dulu mulai di Jawa Barat. Kalau Jawa Barat itu, HPDK adalah identitas. Organisasi lain mungkin tidak jadi identitas, tapi di sini berbeda. Ini strategis,” ungkapnya.

Menurut Yudi, posisi tersebut harus dijaga karena menyangkut nilai budaya dan kebanggaan masyarakat Jawa Barat terhadap domba dan kambing sebagai bagian dari warisan agrikultur.

Namun, di tengah kebanggaan itu, Yudi juga menyoroti tantangan yang dihadapi para peternak, khususnya dalam menghadapi arus globalisasi dan pasar bebas.

“Kita ada daging domba dalam negeri, tapi juga ada impor. Kadang-kadang daging impor lebih murah. Ini tantangan. Jangan sampai domba lokal kita tidak dihargai,” tegasnya.

Dijelaskan Yudi, adanya insentif dan kebijakan yang mendukung agar harga domba lokal tetap kompetitif, serta menjaga keseimbangan antara aspek budaya, pertanian, dan agribisnis.

“Antara budaya, agrikultur, dan usaha agribisnis harus seimbang. Makanya ketahanan pangan dan nilai ibadah itu juga harus kita jaga,” terangnya.

Menurutnya, Yudi mengajarkan, dengan kepengurusan baru, HPDKI bisa menghadirkan gagasan-gagasan segar yang mampu menjawab tantangan zaman tanpa kehilangan akar budayanya.

Ditempat sama, Ketua DPD HPDKI Jabar periode 2025-2030, Denni Mulyadi mengatakan, HPDKI Jabar bersama seluruh DPC akan terus bergerak meningkatkan kesejahteraan peternak dan memenuhu kontribusi pada kebutuhan pasar domba dan kambing di Jabar.

“Kami terus melanjutkan program yang baik sebelumnya, yakni mensejahterakan peternak dan terus berinovasi menjaga bibit unggul dari Jabar,”katanya.

Denni mengajak seluruh pengurus DPC se-Jawa Barat tetap solid membangun ekonomi Jawa Barat dari sektor peternakan sekaligus melestarikan seni budaya.

“Kedepan HPDKI Jabar mengajak dan mendorong agar DPC maju berkembang, Insya Alloh HPDKI Jabar bersinergi dengan berbagai pihak maju sejahtera untuk Jawa Barat istimewa,”pungkasnya.

Denni Mulyadi, menegaskan bahwa profesi peternak domba harus tetap dijaga sebagai bagian dari identitas dan kebanggaan masyarakat Jawa Barat.

Dijelaskan Denni, nilai-nilai budaya yang melekat dalam tradisi beternak domba tak boleh luntur, bahkan harus terus diwariskan kepada generasi muda.

“Mau jadi peternak domba? Mau. Karena bajunya pangsi. Ciri harus tetap dipertahankan. Kalau nilai-nilai ini luntur, balik lagi ke zaman bahela. Era nungtun domba. Habis sudah,” ujar Denni.

Ia menyoroti bagaimana dulunya domba menjadi simbol status sosial masyarakat Sunda, bahkan bisa disejajarkan dengan kendaraan mewah.

“Nungtun domba itu seharga mobil. Bangga. Identitas kebanggaan. Itu harus dijaga,” tegasnya.

Namun, Denni tidak menutup mata terhadap tantangan besar yang kini dihadapi sektor peternakan, terutama di tengah arus globalisasi dan tekanan pasar daging impor yang harganya lebih murah.

“Daging domba dalam negeri ada, tapi impor juga masuk. Kadang-kadang daging impor lebih murah. Ini tantangan besar. Jangan sampai domba lokal kita diadu harga. Domba sayur disembelih jadi daging murah. Ini yang harus dicegah,” tuturnya.

Ia menekankan pentingnya dukungan pemerintah dalam bentuk insentif agar harga domba lokal tetap kompetitif dan peternak tidak terpinggirkan.

“Harus ada insentif, supaya harganya baik. Kita harus kelola itu semua,” ungkapnya.

Menurut Denni, penguatan sektor peternakan tidak hanya soal ekonomi, tetapi menyangkut tiga pilar utama: budaya, pertanian, dan agribisnis. Ketiganya harus berjalan seimbang agar bisa mendukung ketahanan pangan dan bahkan memiliki nilai ibadah bagi pelakunya.

“Budaya, agri-kultur, dan usaha agribisnis harus seimbang. Ketahanan pangan dan ibadah itu yang kita jaga,” pungkasnya.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button