Sidang PTUN Rotmut Pemda KBB Masuk Pembuktian, Hakim Ketua Ragukan Kapasitas Saksi Ahli dari BKN
BANDUNG, SILOKANEWS.COM,- Sidang gugatan nomor perkara 180/G/2024/PTUN.BDG per tanggal 26 November 2024 terkait rotasi mutasi jabatan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat (KBB) memasuki tahapan pembuktian Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung, Rabu 5 Maret 2025.
Dalam sidang pembuktian yang dipimpin Hakim Ketua Yudi Rinaldi Surachman, hakim anggota Muhammad Ferry Irawan, dan Jimmy Riyant Natareza itu dihadirkan saksi ahli dari pihak penggugat Rini Sartika, yakni Guru Besar Hukum Administrasi Negara Universitas Jambi Prof. Dr. Sukamto Satoto, S.H., M.H.
Sementara dari pihak tergugat, yaitu mantan Pj Bupati Bandung Barat Ade Zakir Hasyim yang diwakili Kepala Bidang Mutasi Promosi dan Kinerja BKPSDM Bandung Barat, Yunita Nur Fadilla menghadirkan Kepala Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum Kepegawaian BKN, Halim sebagai saksi ahli.
Dalam jalannya sidang pembuktian kedua saksi ahli saling memberi keterangan untuk membela penggugat maupun tergugat. Saat saksi ahli dari BKN dihadirkan, Hakim Ketua sempat meragukan kapasitas saksi ahli Halim.
“Sebelumnya pihak tergugat menjanjikan bakal menghadirkan fakta. Namun, dalam sidang pembuktian tersebut tergugat malah menghadirkan saksi ahli,”ucap Hakim Ketua Yudi meragukan keterangan saksi ahli dari BKN ini.
Meski begitu, saksi ahli BKN ini mengakui jika perkara ini hanya terjadi di Kabupaten Bandung Barat, sementara kabupaten/kota atau provinsi lain tidak terjadi rotmut pada masa transisi yang kepala daerahnya dijabat penjabat.
Keterangan menarik juga terjadi saat Hakim anggota Muhammad Ferry Irawan mengajukan pertanyaan seolah ingin melihat keberpihakan saksi ahli BKN Halim,
“Ini dalam proses rotasi mutasi di tingkat pemerintah daerah ini menurut saudara pada masa transisi ini apakah kemungkinan ditunggangi kepentingan politik?,”katanya.
Saksi ahli BKN nampak enggan menjawab secara gamblang pertanyaan itu dan lebih bersuara pada regulasi administratif pada proses rotmut itu.
Ditempat sama, Saksi Ahli penggugat Sukamto memaparkan, lantaran Rini Sartika merasa dirugikan dengan keputusan itu, maka yang bersangkutan menggugat ke PTUN.
“Kemudian, yang saya jelaskan tadi bahwa keputusan Pj Bupati Bandung Barat ini sebenarnya punya kewenangan atau tidak karena syarat sahnya keputusan itu kan tiga, yakni adanya kewenangan, tidak cacat yuridis karena prosedur dan cacat yuridis karena substansi,” jelasnya.
Menurutnya, apabila melihat pertimbangan teknis (Pertek) dari Badan Kepegawaian Nasional (BKN) menyatakan supaya Pj Bupati Bandung Barat itu memiliki kewenangan untuk melakukan rotasi mutasi. Namun, pertek tersebut memiliki batas waktu, yakni hanya 1 bulan.
“Perteknya itu selama 1 bulan 29 Juli-28 Agustus 2024. Kemudian, 21 Agustus 2024 itu keluarlah izin persetujuan untuk mengangkat dan melantik. Kan batas waktunya sampai 28 Agustus, tapi ternyata dikeluarkan SK dan dilantik 2 September,” tuturnya.
“Artinya kan sudah kelewat waktu, kewenangan yang diberikan sampai 28 Agustus itu sudah kadaluwarsa dan karena lewat waktu dia (Ade Zakir) sebenarnya tidak punya kewenangan untuk mengangkat dan melantik,” sambungnya.
Oleh karena itu, sambung Sukamto, keputusan rotasi dan mutasi yang dilakukan pada 2 September 2024 itu tidak sah lantaran Pj Bupati Bandung Barat saat itu menjabat tidak memiliki kewenangan.
“Kalau dari prosedur dan substansinya benar karena secara substansi yang dilantik adalah pejabat yang punya keahlian di bidang tersebut. Hanya saja mungkin keahlian di bidang yang bersangkutan (Rini Sartika) secara spesifik adalah di bidang perencanaan pembangunan, sementara kalau dialihkan ke staf ahli tidak cocok,” paparnya.
Kepada Majelis Hakim, ungkap Sukamto, dirinya hanya menjelaskan bahwa kewenangan Pj Bupati Bandung Barat saat itu sudah melewati batas waktu mengingat pertek dari BKN berlaku sampai 28 Agustus 2024.
Kemudian, sambung dia, izin untuk bisa melantik dari Mendagri itu sampai 21 Agustus 2025. Sehingga, Pj Bupati Bandung Barat saat itu memiliki rentang waktu dari 21-28 Agustus 2024.
“Karena lewat waktu makanya dia tidak berwenang atau habis kewenangannya. Kemudian ada perubahan keputusan, namun dasar hukum perubahan maupun substansinya tidak berubah. Salahnya di perpanjangan perteknya, kalau perpanjangan itu kan sebelum habis segera diperpanjang. Nah ini sudah lewat waktu 2 bulan baru dikeluarkan pertek baru,” bebernya.
Tak hanya itu, ungkap Sukamto, pertek tersebut seharusnya diikuti izin dari Mendagri sedangkan yang ini tidak ada dan diubah menjadi keputusan baru dengan substansi yang sama.
“Kalau saya mengatakan cacat kewenangan, prosedur dan substansinya benar. Sehingga tidak sah karena berdasarkan Pasal 70 Undang-Undang Administrasi Pemerintahan, cacat kewenangan itu batal demi hukum dan dianggap tidak pernah ada. Tahapan dan prosedurnya sudah benar hanya saja kalau bupati mengangkat sebelum tanggal 28 Agustus, sah semuanya,” tandasnya.
Diketahui, dalam Surat Keputusan Bupati Bandung Barat Nomor: 100.3.3.2/Kepala. 560 – BKPSDM/2024 Tentang Mutasi/Rotasi Pejabat Tinggi Pratama tersebut tidak dimasukkan Persetujuan Teknis atau Pertek. Sehingga, SK Bupati Bandung Barat tersebut dinilai tidak memiliki dasar yang tepat berdasarkan peraturan perundang-undangan sebagaimana ketentuan yang diamanatkan untuk pelaksanaan rotasi mutasi.
Saksi ahli dari pihak tergugat Kepala Pusat Konsultasi dan Bantuan Hukum Kepegawaian BKN, Halim mengapresiasi langkah yang dilakukan mantan Kepala Bappelitbangda KBB, Rini Sartika. Menurutnya, langkah yang ditempuhnya sudah melalui jalur yang benar.
“PNS menggugat artinya yang bersangkutan sudah melalui jalur yang sebenarnya. Artinya tanpa melalui demonstrasi dan segala macam, itu kita harus hargai karena hak seluruh PNS,” kata Halim.
Menurutnya, begitu lolos dari KASN dan lolos dari Kemendagri untuk persetujuan dan lolos dari BKN melalui pertek sebenarnya tidak ada masalah secara substansi meski ada masa waktu yang habis dan kemudian diperpanjang.
Bahkan, Halim menyebut, secara substansi yang penting Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria (NSPK) itu terpenuhi. Artinya, tidak ada pelanggaran UU ASN, tidak pelanggaran PP Manajemen PNS, PP Manajemen P3K dan Peraturan BKN itu tidak ada pelanggaran.
“Bagi kami semua sudah terlaksana, cuma masalah mungkin redaksi dari SK atau konsideran menimbang, mengingat, memperhatikan. Nah, di bagian memperhatikannya dan itu sudah ada upaya dari pemda untuk melakukan perbaikan dengan menyebut SK sebelumnya sudah dilakukan perbaikan karena sudah ada perpanjangan pertek dari BKN,” tuturnya.
“Kalau bagi kami tidak ada masalah karena NSPK yang substantif itu sudah terpenuhi. Jadi sebenarnya apa yang diminta untuk perbaikan SK hari ini sebenarnya sudah dilakukan. Biarlah nanti majelis yang memutuskan seperti apa karena masih panjang prosesnya,” sambungnya.
Halim pun tak memungkiri bahwa batas waktu pertek tersebut telah habis dan diterbitkan pertek perpanjangan.
“Jadi sebenarnya tidak ada jeda di situ, habis pertek yang pertama kemudian muncul yang kedua dengan menyebut bahwa itu melanjutkan pertek yang sebelumnya,” imbuhnya.
Namun, tegas Halim, secara substansi tidak ada pelanggaran NSPK dan sepanjang tidak ada perubahan nama-nama pejabat di bagian lampiran itu tidak masalah.
“Masa gara-gara hal yang sepele kita mau membatalkan. Tapi kalau ada bahan nama atau posisi jabatan itu harus kita telusuri,” tandasnya.