Birokrat Senior KBB Soroti PTUN Rini Sartika
Dinilai Langkah Sudah Tepat
BANDUNG BARAT, SILOKANEWS.COM,- Sejumlah birokrat senior yang pernah menjabat sebagai kepala dinas di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bandung Barat turut menyoroti persoalan yang tengah dihadapi mantan Kepala Bappelitbangda KBB, Rini Sartika.
Tak cuma itu, para birokrat senior ini juga menilai langkah yang dilakukan Rini Sartika sudah tepat lantaran mereka mengenal betul karakter dan cara kerja seorang Rini Sartika.
Salah satunya mantan Kepala Dinas Bina Marga Sumber Daya Air dan Pertambangan (DBMSAP) KBB, Dodi Ahmad Sofiandi.
“Kalau soal pekerjaan dia (Rini Sartika) sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang ada. Kemudian, kalau kita memberikan arahan yang benar dia tidak pernah membantah dan nurut,” kata Dodi, Jumat 28 Februari 2025.
Kendati demikian, ungkap Dodi, jika ada yang tidak sesuai aturan dia pasti mengklarifikasi dan mengingatkan bahwa langkah yang diambil tidak sesuai aturan. Hal itu dilakukan agar para ASN berpedoman kepada aturan yang ada.
“Bahkan waktu di Bina Marga dan Dishub, Ibu Rini ini menjabat sebagai sekretaris dan membantu saya sebagai kepala dinas. Dia ini mampu menjalin kerjasama dengan baik, patuh dan menuruti apa yang diintruksikan,” ungkapnya.
Terkait persoalan rotasi mutasi ini, terang Dodi, ada ketidaksesuaian menurut pandangan Rini Sartika mengingat dia pernah menjabat sebagai Kepala Bappelitbangda yang di dalamnya ada aturan yang berkaitan dengan pengajuan anggaran.
“Misalnya untuk anggaran dewan, TAPD dan anggaran dinas dimana Ibu Rini ini selalu berpedoman pada hasil Musrenbang yang dilaksanakan oleh masyarakat di 16 Kecamatan,” bebernya.
“Itu kan masing-masing hasilnya ada. Kemudian ada masukan dari dinas yang punya RPJMD,” ucapnya.
Selain RPJMD, sambung Dodi, ada rencana kerja dan rencana kerja tiap tahun itu berdasarkan dari RPJMD sesuai atau tidak.
Kemudian, dewan juga sesuai atau tidak dalam melakukan pemeriksaan hasil Musrenbang yang kemudian disampaikan kepada tim TAPD.
“Nah di dalam tim TAPD itu pelaksanaannya ada hal-hal yang mungkin tidak sesuai dengan aturan. Mungkin kenapa bisa defisit atau mungkin ada hal-hal yang tidak sesuai. Yaitu berundingnya TAPD dengan pihak dewan,” ujarnya.
Mungkin, kata Dodi, pihak dewan memasukkan tidak sesuai dengan aturan yang ada. Sebab, yang namanya pokir ada keterbatasan anggaran dan pokir itu sesuai kesepakatan dengan TAPD.
“Tapi, ada beberapa mungkin sepengetahuan saya, ketua-ketua partai atau TAPD yang aktif biasanya suka ada biaya-biaya lebih di luar pokir,” ujarnya.
“Mungkin ibu Rini mengkritisi itu kemudian mengkritisi pak Sekda sebagai ketua tim TAPD juga. Itu mungkin menurut saya, sehingga hubungan bu Rini dengan pak Sekda dan dewan menjadi kurang baik,” ujarnya.
Bahkan, lanjut Dodi, pihak DPRD juga mengatakan Rini Sartika harus dipindahkan dan jangan ada di Bappelitbangda. “Awal persoalannya kan dari situ, Ibu Rini melihat ada hal-hal yang tidak baik di luar aturan yang ada dan protes,” ujarnya.
“Ada ketakutan dari pihak-pihak tertentu lantaran bu Rini mengacu pada regulasi penyusunan anggaran,” sambungnya.
Hal senada juga diungkapkan, birokrat senior lainnya, Megahari Pujiharto yang mengaku salut dengan langkah berani yang dilakukan Rini Sartika membawa kasus mutasi dari rotasi ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Saya salut dengan keberanian Rini untuk membawa dugaan maladministrasi rotasi mutasi pejabat eselon II ke PTUN. Ketika beliau merasa terjadi kejanggalan, bukannya membiarkan atau hanya ngomong di belakang. Tapi mengambil langkah hukum,” kata Megahari yang juga menjabat Ketua Persatuan Wredatama Republik Indonesia Kabupaten Bandung Barat (PWRI KBB).
Menurutnya, keberanian Rini Sartika harusnya bisa menginspirasi ASN lain untuk melakukan langkah serupa jika merasa terjadi kekeliruan dalam proses mutasi, rotasi, dan promosi.
“Bagi Pemkab Bandung Barat pun dijadikan pembelajaran, bahwa ketika hendak melakukan rotasi, mutasi, dan promosi harus benar-benar normatif serta teliti. Jangan sampai nantinya, malah menimbulkan kegaduhan,” tandasnya.
Seperti pernah kejadian mutasi, rotasi, dan promosi pada masa pemerintahan Bupati Hengki Kurniawan yang akhirnya dibatalkan pemerintah pusat. Akibatnya pejabat yang terkena mutasi, rotasi , dan promosi dikembalikan ke jabatan semula.
Mestinya, ungkap Megahari, kasus tersebut dijadikan pembelajaran bagi Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) KBB ketika akan melakukan rotasi, mutasi, dan promosi.
Tapi ternyata, lanjut Megahari, pada mutasi dan rotasi tiga pejabat pimpinan tinggi pratama kembali terjadi. Ada dugaan terjadinya maladministrasi.
Diketahui, Rini bersama tiga pejabat pimpinan tinggi Pratama lainnya terkena rotasi yang dilaksanakan pada Senin (2/9/2024). Jabatan Kepala Bappelitbangda diisi Eriska Hendrayana yang sebelumnya menjabat Eriska Hendrayana dari Kepala Badan Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) KBB.
Dua lainnya, Medi dari Staf Ahli kini menjabat sebagai Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), serta dr Ridwan Abdulah dari Kepala Dinas Sosial menjadi Kepala Dinas Kesehatan KBB.
Adapun dasar dilaksanakan pelantikan tersebut yaitu, Surat Pertimbangan Teknis Nomor 20157/R-AK 02 02/SDIK/2024 Hal Pertimbangan Teknis Mutasi Pejabat Tinggi Pratama di lingkungan Pemerintah Kabupaten Bandung Barat, tanggal 29 Juli 2024.
“Mestinya BKPSDM memberikan masukan kepada Bupati sebagai dasar pertimbangan normatif saat akan melakukan rotasi, mutasi, dan promosi. Jika bupati mengambil langkah keliru, BKPSDM harus berani menolak dan berikan masukan agar prosesnya on the track pada aturan. Jangan malah melakukan pembiaran karena takut,” tuturnya.
Megahari menyakini, seorang bupati atau kepala daerah tidak akan tahu secara mendetail aturan kepegawaian. Disinilah peran dan tugas BKPSDM menjaga agar prosesnya tidak melanggar aturan.
“Aturan normatif mutlak harus dilakukan. Contoh pada kasus mutasi tiga pejabat eselon II tersebut, ada celah yang bisa membuat pembatalan mutasi tersebut,” tandas salah satu tokoh pendiri KBB ini.
Tak cuma itu, Megahari secara khusus juga menyoroti jabatan Kepala Bappelitbangda yang dinilainya bukan jabatan sembarangan. Sehingga tidak semua pejabat bisa menduduki jabatan tersebut.
“Jantungnya program dan perencanaan itu ada di Bappelitbangda jadi belum tentu semua bisa di jabatan ini. Rini dianggap salah satu yang layak, namun dalam perjalanannya ada kekuatan yang tidak menyukainya,” ujarnya.
“Saya memandang digesernya Rini ke staf ahli karena kekuatan politis itu, bukan persoalan kinerja,” tandasnya.