PemerintahanSosial Politik

Kementerian Komdigi Sosialisasi Stunting Dengan Pendekatan Budaya

Pertunjukan Wayang Golek di Jawa Barat

BANDUNG BARAT, SILOKANEWS.COM,- Dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat budaya tentang pentingnya pencegahan stunting, Direktorat Jenderal Komunikasi Publik dan Media, Kementerian Komunikasi dan Digital RI (Kemkomdigi), menggelar acara pertunjukan rakyat wayang golek bertema ‘Sosialisasi Pencegahan Stunting untuk Mewujudkan Generasi Emas 2045’ di lapangan bola Sinapeul, Desa Gudang Kahuripan, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Sabtu, 21 Desember 2024.

Ketua Informasi dan Komunikasi Kesehatan, Ditjen Komunikasi Publik dan Media, Riski Lustiono, S.Si, M.Ikom menerangkan bahwa Indonesia, dalam menghadapi Bonus Demografi tahun 2045, generasi muda Indonesia yang produktif akan lebih banyak, Indonesia secara bersama-sama harus mempersiapkan generasi yang pintar berdaya saing.

“Tentu kita ketahui bersama bahwa Indonesia nantinya akan mendapat Bonus Demografi dimana pada tahun 2045 generasi muda dan produktif akan lebih banyak. Tentu saja harus kita persiapkan generasi yang memiliki gizi yang baik sehingga bisa meningkatkan kemapuan otak mereka,”kata Riski

Riski sapaan akrab pria lulusan ilmu komunikasi ini, menambahkan bahwa acara ini dilakukan dalam rangka melakukan komunikasi dan edukasi terkait pencegahan stunting.

“Terkait hal ini, Kemkomdigi tetap berusaha untuk menyebarkan informasi dan melakukan edukasi  kepada masyarakat di Provinsi Jawa Barat dan khususnya Kabupaten Bandung Barat,”katanya.

Pada gelaran Wayang Golek ini, Kemkomdigi turut menyebarluaskan acara melalui media sosial dan tayang televisi Jawa Barat agar penyampaian informasi soal pencegahan stunting dapat lebih masif.

“Kegiatan kali ini selain juga dilakukan secara offline, kami juga menyiarkan gelaran Wayang Golek ini melalui media sosial dan TVRI. Harapan kami tentu siaran ini bisa menjangkau masyarakat  lebih banyak. Sebab angka stunting di Indonesia kita ketahui masih tinggi yaitu 21,5 persen,”ujarnya.

Riski menambahkan, stunting tidak hanya menjadi persoalan kekurangan gizi kronik dan infeksi penyakit berulang pada anak, tetapi juga terkait dengan sanitasi, pola asuh di dalam keluarga juga sangat menentukan.

Ditempat sama, Asisten Deputi Bidang Ketahanan Gizi dan Promosi Kesehatan Kementerian Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan yang diwakili oleh Dr. Sinurtina Sihombing, M.Kes, mengingatkan kepada masyarakat Bandung Barat khususnya wilayah Lembang mengenai pentingnya mencegah stunting bukan dari anak lahir, tetapi harus dimulai dari menjaga gizi saat remaja.

“Bagaimana cara mencegah stunting itu bukan lagi dari saat anak lahir, tapi dari remaja dengan cara menjaga gizi, jangan anemia, dan penting untuk menikah di usia yang cukup,” ujar Dr. Sinurtina.

Menurut dokter yang akrab disapa Dr. Sisi ini, organ reproduksi serta faktor psikologis seorang remaja putri menjadi dasar agar menikah di usia yang tepat.

“Karena, organ-organ reproduksi remaja putri itu belum siap. Panggulnya juga belum besar untuk melahirkan. Kemudian secara psikologis belum siap untuk menjadi ibu rumah tangga dan membesarkan anak,” tambahnya.

Kemudian Dr. Sisi menambahkan perihal pencegahan stunting bagi ibu hamil yang harus rutin melakukan pemeriksaan kehamilan ke puskesmas minimal sebanyak enam kali.

“Lalu, untuk ibu-ibu yang sudah cukup usia dan sedang hamil, harus rajin memeriksakan kehamilannya ke Puskesmas minimal enak kali kalau sekarang ya. Jangan khawatir karena semua peralatan di Puskesmas itu sudah lengkap bahkan sudah ada alat USG ya,”imbuh perwakilan Deputi Bidang Ketahanan Gizi dan Promosi Kesehatan PMK ini.

Drg. Ema Rahmawati mewakili Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat yang juga hadir sebagai narasumber menjelaskan lebih lanjut cara untuk mencegah stunting bagi balita.

“Stunting itu ciri-cirinya adalah anak yang tidak standar seperti anak-anak seusianya. Misal anak usia 3 tahun seharusnya memiliki tinggi lebih dari 100 cm gitu ya, ini masih 80 cm. Makanya anak balita itu harus diperiksa secara rutin ke puskesmas, Gratis”ungkap Ema saat diajak interaksi dalang ditengah pertunjukan.

Selanjutnya, Drg. Ema mengatakan bahwa seorang anak stunting tidak bisa didiagnosa mandiri, namun hanya petugas kesehatanlah yang dapat mengukur secara tepat menggunakan alat Antropometri.

“Bayi juga harus rajin dibawa ke puskesmas untuk dilihat tinggi badan dan berat badannya secara berkala. Karena yang bisa menilai anak stunting itu hanya petugas kesehatan. Makanya ibu-ibu jangan asal mencap anak stunting apa tidak. Harus dibawa ke faskes karena yang mengerti hiyungannya dengan menggunakan sarana dan prasarana memadai itu adalah naked atau kader-kader yang memang telah dilatih di Puskesmas,”tambahnya lagi.

Camat Lembang, Drs. Bambang Eko Setiawahyudi, dalam sambutannya mengapresiasi peran aktif seluruh perangkat desa dalam menanggulangi stunting.

“Lembang dengan 16 desanya sudah bebas stunting berkat kerja sama kepala desa, ibu Ketua TPPK desa, dan kader-kader desa yang dikoordinir langsung oleh ibu Ketua TPPK kecamatan. Setiap desa telah mengalokasikan 30% dari dana desa untuk menanggulangi stunting,”jelas Bambang.

Namun, ia menegaskan bahwa kemiskinan masih menjadi faktor utama penyebab stunting. Oleh karena itu, upaya pengentasan kemiskinan tetap menjadi fokus utama pemerintah daerah dalam menjaga keberlanjutan program ini.

 

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button