Ahli Waris Bersengketa, Kenyamanan Penghuni Tatar Pitaloka Kota Baru Parahyangan Terganggu
Pengembang Tolak Konstatering
BANDUNG BARAT,SILOKANEWS.COM – PT. Belaputera Intiland sebagai pengembang perumahan Kota Baru Parahyangan di Padalarang, Kabupaten Bandung Barat (KBB) angkat bicara terkait konflik lahan dengan ahli waris Syekh Abdulrahman Bin Abdullah Hasan atas lahan seluas 10,04 hektare di Tatar Pitaloka.
Melalui kuasa hukumnya dari kantor Hukum Roely Panggabean menyebutkan bahwa kasusĀ sengketa lahanĀ itu antara ahli waris Syekh Abdurrahman. Pihak Kota Baru Parahyangan hanya sebagai pihak yang membeli lahan yang sudah dijual oleh warga dari salah satu ahli waris.
“Sebenarnya sejak mereka berperkara dan saling gugat, PT Belaputra Intiland tidak ikut bersengketa. Mengingat tanah yang dibelinya merupakan tanah yang sudah dimiliki masyarakat, sejak para ahli waris di masa lalu menjual aset-aset milik Syeik Abdulrahman,” ungkap Titus Tampubolon, advokat dari kantor hukum Roely Panggabean, Rabu 15 Mei 2024.
Dengan demikian, lanjut dia, tanah yang dibeli Belaputra sama sekali sudah tak berkaitan langsung dengan ahli waris, karena memang sudah dijual oleh pihak ahli waris sendiri kepada warga.
“Barulah klien kami membeli dari warga. Tentunya dengan dokumen yang lengkap sesuai perundangan yang berlaku. Dengan demikian, sebenarnya kami tidak bersengketa dengan ahli waris, merekalah yang justru saling gugat soal tanah tersebut,” jelasnya.
Menurut Titus, Tatar Pitaloka yang menjadi objek bukanlah lokasi tanah yang disengketakan. Ahli waris juga tidak bisa menunjukan data-data soal tanah yang disengketakan tersebut.
“Berdasarkan ketetapan pada 25 September 2008, sudah dipastikan bukan di situ tempatnya. Mereka juga tidak bisa menunjukan bukti-bukti sah atas batas tanah maupun data lainnya,” ungkapnya.
Titus pun menyatakan keberatannya atas konstatering pada 24 April 2024 lalu. Sebab, dalam Undang-undang disebutkan bahwa tanah yang disengketakan sudah dimiliki oleh pihak ketiga, sehingga mereka harus mengajukan gugatan baru.
Juru bicara PT Belaputra Intiland, Ani mengakui, tanah yang dibeli oleh
pihaknya memang dulu dimiliki oleh Syeik Abdulrahman yang sudah dijual oleh salah satu ahli warisnya ke warga.
“Syekh Abdurrahman memiliki beberapa orang istri, beliau meninggal sekitar 1919. Sepeninggalannya, istri dan keturunannya menjual tanah warisan. Dari sinilah kasus bermula, antar ahli waris saling menggugat,” kata Ani.
Ia menambahkan, tanah yang dibangun Tatar Pitaloka itu adalah milik istri ketiga. Namun digugat oleh anak-anak istri Syekh Abdurrahman yang lain. Bahkan, istri keempat dan kelima serta keturunannya pun ikut menggugat.
“Tapi kan enggak jelas batasan tanah yang mereka gugat itu, katanya dekat sungai. Tapi kan sekarang sungainya telah berubah menjadi genangan Saguling,” tambahnya.
Ditempat sama, Direktur Utama PT. Belaputra Intiland, Ryan Brasali mengatakan, sebagai pengembang pihaknya mengutamakan perlindungan kepada penghuni Tatar Pitaloka baik dari sisi legalitas hukum maupun kenyamanan hunian.
“Yang menjadi fokus utama kami tentu kenyamanan warga, kami menyampaikan agar tidak ada kekhawatiran dari sisi legalitas lahan maupun kenyamanan warga selama ini berproses,”tandas Ryan.